Selasa, 12 Maret 2013

Karyawan PT. Tri Banyan Tirta Pertanyakan Nasibnya


Bogor, ASPIRA
Ratusan karyawan PT Tri Banyan Tirta Mengadukan nasib mereka dan ratusan karyawan lainnya yang telah di rumahkan oleh pihak perusahaan  kepada  pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, pasalnya perusahaan produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merk “ALTO” ini telah menelantarkan karyawan dengan alas an dirumahkan tetapi sampai saat ini belum jelas nasibnya.  Menurut Koordinator aksi, Aksi demo yang dilakukan Jum”at tanggal 20 Februari lalu ini merupakan  kali ketiganya setelah sebelumnya aksi yang sama dilakukan di depan Kantor  Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bogor, dan hari ini untuk meminta anggota DPRD serta Bupati Bogor, H. Rahmat Yasin (RY) untuk menindak tegas terhadap pengusaha tersebut karena dinilai sewenang-wenang terhadap ratusan nasib para buruh ini.
Setidaknya ada 11 poin tuntutan yang diajkan para karyawan ini, antara lain,  Meminta untuk menghapus sistim karyawan Harian lepas menjadi karyawan tetap, karena keberadaan karyawan epas di perusahaan ini sudah bertahun-tahun namun belum dijelas nasibnya,  Pemberlakuan Upah Minimun Kabupaten Bogor (UMK) tahun 2013 sesuai SK Gubernur Jawa Barat (Jabar), Agar perushaan PT. Tri Banyan Tirta memberikan cuti hamil, Tahunan, Cuti, Melahirkan dan Cuti Haid, Agar Perusahaan mengikutsertakan seluruh karyawan ke program Jamsosotek Paket A  dan paket B, Memberikan uang makan  sebesar Rp. 10 ribu perhari, uang transport Rp. 12 ribu perhari, Tunjangan Masa kerja Rp. 100 ribu rupiah perbulan, tunjangan bonus setiap akhir tahun, tun jangan premi hadir Rp, 100 ribu perbulan dan tidak menghalangi kebebasan berserikat bagi karyawan/buruhnya. Demikian tuntutan yang di ajukan parah buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) ini saat di temui ASPIRA di sela aksi demonya.
Namun sayangnya, aksi mereka ini dirasa sia-sia dikarenakan hingga lebih kurang pukul 16:30 WIB tidak satupun perwakilan dari Penmkab Bogor maupun anggota dewan yang menemuai para buruh ini, ketika ASPIRA mendatangi kantot DPRD Kabupaten Bogor ingin mengkonfirmasikan masalah ini, sejumlah anggota dewan tidak berada ditempat, dari informasi yang didapatkan bahwa beberapa anggota dewan banyak mengikuti kampaye Pasangan Cagub dan Cawagub Jabar yang mereka usung. “Anggota dwewan pada kosong pak, tadi pagi sich ada beberapa tetapi mereka pada keluar lagi. Sebenarnya hari ini ada agenda rapat, berhubung anggota dewan sebagian besar tidak ada akhirnya rapat tidak jadi”, ujar sumber kepada ASPIRA yang di temui di areal Parkir DPRD Kabupaten Bogor pukul 13:00 wib beberapa waktu lalu.
Di tempat terpisah, Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan pada Disnakertrang kabupaten Bogor, Tagor Hutahaean mengatakan, memang benar sebelumnya karyawab PT, Tti Banyan Tirta melakukan aksi demo kemarin di kantornya, mereka menuntut kebijakan perusahaan tersebut untuk memperhatikan nasib mereka terutama yang bersatatus karyawan harian lepas untuk jadi karyawan tetap. “Bila kita mengacu pada peraturan yang ada, bila di katakana karyawan lepas berarti mereka yang dipekerjakan selama dalam seminggu dam maksimal 14 hari dalam sebulan. Disamping itu ada perjanjian kerja yangf mereka  sepakati yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang di sebut karyawan harian lepas dan perjanjian kerja Tidak Tentu (PKWTT) yang di sebut karyawan Kontrak dan telah tertuang di dalam undang-undang ketenaga kerjaan dan diperkuat oleh Kepres no 100 tahun 2004 dan Kepmen nomor 06 tahun 2005 tentang ketentuang bahwa tidak boleh melibihi batas kerja 3 bulan untuk setiap bulan mereka memiliki 20 hari kerja tidak boleh lebih. Jika karyawan tersebut masih dipekerjakan diluar batas itu perusahaan harus menaikan status pekerja tersebut menjadi karyawan tetap dan untuk pengawasan telah di atur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1981 guna mengawasi peran aktif pengushaan dalam mentaati peraturan yang ada, bila ada perusahaan/pengusaha yang masih diluar batas itu agar segera melaporkan kepada dinas guna melakukan kroscek terhadpa pengusahan tersebut” , jelas Tagor.
Tetapi dikatakan Tagor, kebanyakan implementasi undang-undang ini tidak tereaslisai dengan baik dilapangan, sebab masih banyak ditemukakan pengusahan nakal dilapangan dengan memperlakukan buruhnya sewenang-wenang dengan berbagai alas an, seperti dirumahkan dansebagainya untuk menghindari pembayaran pesangon kepada karyawan jika dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka mereka kebanyakan mengambil kata merumahkan. “Seperti yang terjadi di PT. Tri Banyan Tirta ini, sejumlah karyawan mereka rumahkan, akan tetapi mereka membuka lowongan kerja baru. Nah kita pun tanda tanya, apakah mereka ini merumahkan karyawan karena aktivitas produksi mengurang atau hanya sekedar menghindari pesangon? Karena jika mereka melakukan PHK maka pesangon harus diberikan namun dengan bahasa di rumahkan para karyawan i9ni tidak menunutut pesangon kartena mereka berharap perusahaan akan memperkerjakan mereka kembali. Jika yang terjadi di perusahaan ini sudah jelas, apa permasalahannya, maka dari itu kami membentuk tim guna melakukan pengawasan terhadap semua perusahaan yang ada di Kabupaten Bogor”, paparnya menjelaskan.
Sementara itu kata Tagor, Kontribusi pemerintah dalam menangani secara yuridis formal tidak berlaku dan terkesan cacat hukum artinnya  tidak ada UMK RP. 2.002.000 karena pengesahan UMK ini dikatakan juga bagi perusahaan yang tidak mampu bisa ditangguhkan, karena jika bisa di tangguhkan bisa berdampak kepada perusahaan lain yang ikut-ikutan memberlakukan hal yang sama, padahal perusahaan itu dinilai mampu, karena ada beberapa perusahaan yang merasa bisa menangguhkan permasalahan tersebut. “Berarti ini bukan UMK lagi, karena dikatakan UMK adalah berarti Upah Minimum berarti kebutuhan dan tidak bisa di tangguhkan, karena yang namanya minimum harus segera dilaksanakan mengingat kebutuhan karyawan, jika di bayarkan dibawah jumlah itu bukan minimum melainkan dibawah minimum sehingga untuk kebutuhan pekerja tersebut sudah tidak layak lagi”, katanya.
Mengenai kesejahteraan karyawan belum sepenuhnya karyawan mendapatkan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan kebanyakan perusahaan menghindari adanya PHK karena akan berimbas dalam pemberian hak karyawan tersebut berpa pesangon sehingga penggnaan pasal dalam pearturan ketenakerjaan baik dalam undang-undang maupum peraturann pemerintah sangat kontradiktif dengan kenyataan dengan keadilan yang didapatkan para buruh dilapangan. “Didalam undang-undang nomor 02 tahun 2004 tentang penyelesaian peselisian seharusnya dapat dilakukan secara cepat,tepat dan murah bagi suatu daerah industrial di kabupaten Bogor masih banyak penyimpangan yang lakukan oleh oknum yang kita sebut “Penjahat Kerah Putih”. Padahal seharusnya procedure orientade pengusaha yang baik tidak akan menyengsarakan karyawannya dan ini merupakan jawaban setelah saya melakukan studi banding di beberapa perusahaan sukses dan berhasil, karena bagi mereka lboh memilih mempertahankan kinerja karyawan yang lama dari pada menadapat karyawanb yang baru, sebab karyawan yang lama sudah mampuni bidang skill dalam menguasai jenis pekerjaan yang diberikan padanya dan ini merupakan sebuah omset besar buat mereka”, tuturnya.
Sementara kebebasan berserikat bagi buruh sudah di atur dalam keputusan presiden nomor 83 tahun 1998, dia mengatakan, di asia tenggara termasuk Indonesia belum terlaksana dengan baik. Sebagai contoh di Jepang belum ada tetapi mereka sangat menghargai keserikatan walaupun ini tidak didukung oleh kepatuhan terhadap undang-undang sebab mbagi mereka tanpa menghargai berarti Negara akan susah untuk maju. (Sumburi/Halimah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda Memberikan Komentar Anda mengenai berita yang kami Muat
Untuk lebih lengkapnya silakan mencari Media kami di loper koran terdekat anda